Ahad, 12 April 2015

Biografi Si Cilik Penghafal Al Quran

Membaca biografi orang-orang hebat dalam sejarah Islam, dari kalangan ulama dan khalifah, kita akan menemukan masa kecil mereka yang begitu dekat dengan Alquran. Para khalifah, mereka memiliki guru khusus yang membimbing mereka tentang Alquran sedangkan para ulama, mereka telah menghafalnya sebelum usia baligh. Bersama Alquran mereka terdidik dan bersama Alquran karakter mereka terbentuk. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peranan orang tua yang mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak-anak mereka untuk bersemangat menghafal Alquran.

Begitu pula kisah berikut ini, seorang anak kecil berhasil menghafal Alquran kerana peranan dan perhatian kedua orang tuanya, khususnya ibunya. Anak tersebut bernama Jihad al-Malki tinggal di Kota Madinah, Arab Saudi. Jihad berhasil menghafalkan 30 juzuk Alquran saat berusia tujuh tahun. Sang ibu sering membacakan Alquran kepada Jihad saat ia berada di dalam kandungan sehingga ia menginjak usia 5 tahun.

Istimewanya hafalan Alquran Jihad, ia memiliki sanad bacaan yang sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hafal nombor ayat-ayatnya, serta sinonim-sinonim kata di surah yang satu dengan surah lainnya, padahal ia terlahir dalam keadaan buta.

Jihad mulai menghafal Alquran saat berusia 5 tahun dengan cara mendengarkan tilawah Alquran melalui siaran radio. Tujuh juzuk pertama ia hafalkan di Riyadh bersama gurunya Syaikh Mizan, lalu pindah ke Madinah dan menghafal 23 juzuk yang lain di bawah bimbingan kedua orang tuanya. Jihad membiasakan diri mengulang-ulang ayat dan surah yang hendak ia hafal, lalu membacakannya dengan di bawah pengawasan kedua orang tuanya. Hal itu ia lakukan setiap hari. Awalnya, ia menghafal setengah halaman setiap harinya, setelah mulai terbiasa ia boleh menghafal satu sampai dua halaman setiap hari. Dua tahun menghafal Alquran, akhirnya Jihad mendapat taufik dari Allah menghafal Alquran secara sempurna.

Setelah berhasil menaruh 30 juzuh Alquran di dalam dadanya, Jihad tetap bersungguh-sungguh menjaga hafalannya agar semakin kukuh dan kuat. Setiap hari ia mengulang-ulang 3-5 juzuk hafalannya. Ia juga belajar di Dar al-Furqon, sekolah penghafal Alquran dan mempelajari kandungannya.

Saat ini, di usia 11 tahun Jihad sudah mendapatkan sanad (pengakuan riwayat bacaan Alquran) Hafs, sanad matan ilmu tajwid al-Jazariyah dan Tuhfatu al-Athfal. Jihad sangat berbahagia dengan pencapaiannya ini dan orang tuanya pun merasa bangga kepadanya.

Ketika ditanya, apakah ia merasa bersedih karena tidak boleh melihat (buta). Jihad menjawab, “Aku tidak merasa sedih. Memang aku tidak mendapatkan kenikmatan melihat, tapi Allah memberiku kenikmatan pandangan hati (ilmu). Kenikmatan ini harus disyukuri. Aku mensyukuri nikmat ini dengan menghafalkan Alquran dan juga berusaha mengamalkannya.”

Saat sudah dewasa kelak, Jihad bercita-cita menjadi Imam al-Haramain, menjadi Imam Masjid Nabawi atau Masjid al-Haram dan juga menjadi seorang ulama yang mengetahui keagungan Allah. Semoga Allah member taufik kepadamu wahai Jihad…

Mudah-mudahan kisah Jihad al-Malki ini menginspirasi kita untuk membimbing kita menjadi penghafal Alquran, membiasakan mereka mendengar tilawah kalamullah bukan lagu-lagu yang membuat hati terlena, lalai dari mengingat Allah. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua..

Pengajaran:

- Hendaknya orang tua memiliki perhatian yang besar terhadap anaknya dalam menghafalkan Alquran.

- Orang tua membiasakan anak mendengar ayat-ayat Alquran bukan mendengarkan lagu-lagu.

- Memilih wanita solehah sebagai calon ibu untuk anak-anak, kerana seorang ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama anaknya. Isteri yang solehah akan mendidik anaknya dengan Alquran. Ingat!!, wanita solehah adalah untuk laki-laki yang soleh.

- Seseorang mengatakan, “Yang lebih penting itu mengamalkan Alquran, bukan hanya menghafalnya.” Kita jawab, Alquran itu penyuci jiwa, semakin banyak seseorang berinteraksi dengan Alquran, insya Allah semakin baik keadaannya. Alquran adalah cahaya Allah, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat. Buktinya para ulama Islam, mereka menghafal Alquran dan mereka juga orang yang mengamalkan dan mendakwahkannya.

- Banyak orang yang diberikan nikmat bashar (pandangan) tetapi tidak diberikan nikmat bashirah (ilmu).

Kisah ini diceritakan dari program Musafir ma’a Alquran oleh Syaikh Fahd al-Kandari tatkala beliau berkunjung ke Kota Madinah.

Wallahua'lam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan